7KA2wVmfD46tLXROz6iytLpgfA5SdPnQPMCkzpDM

MULIA DENGAN FITNAH




MULIA DENGAN FITNAH
Oleh: Deden Muhammad Makhyaruddin

Hati siapa yang tak teriris dengan fitnah. Bahkan tak jarang menghancurkan hidup dan karirnya. Terlebih di tahun politik ini. Tapi, jika sadar bahwa fitnah itu panggilan mesra dari Tuhan agar hati hanya mengarah pada-Nya, maka akan menjadi alasan kemuliaannya.

Fitnah, dalam bahasa Indonesia, adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang, seperti menodai nama baik dan merugikan kehormatan.

Berasal dari bahasa Arab, fatana (فتن), yang artinya membakar emas untuk menguji kualitas dan keasliannya. Dalam Al-Qur’an, perbuatan syirik, perbuatan zhalim, menolak Al-Quran, pengusiran dan penyiksaan yang menimpa Rasulullah Saw dan para sahabat disebut fitnah (الفتنة) yang berselogan populer lebih kejam dan lebih besar dosanya dari pembunuhan. Hal itu karena semua perlakukan yang tidak manusiawi akan memguji dan membuktikan kualitas iman, kualitas perjuangan, dan kualitas hidup yang di jalani di Jalan Kebenaran.

Term bahasa Arab yang digunakan untuk melukiskan fitnah dengan pengertian dalam bahasa Indonesia di atas adalah kata buhtan (البهتان). Surah al-Hujurat ayat 11 dan 12 melarang rangkaian perbuatan yang membawa pada fitnah. Yaitu:

1. Menghina dengan bahasa tubuh (merendahkan)
2. Menghina dengan kata-kata (mencela)
3. Memanggil dengan panggilan yang tidak baik
4. Berburuk sangka
5. Memata-matai (mencari-cari kesalahan)
6. Membicarakan aib dan keburukan (ghibah)

Hal-hal di atas diharamkan meski semuanya berdasarkan fakta. Yakni, dengan kata lain, meski aib dan keburukan yang mejadi bahan hinaan tersebut benar-benar ada padanya. Dan meski terkesan sepela. Tapi adzabnya tak sepele. Tak tanggung-tanggung Allah timpakan al-Wail (وَيْلٌ) kepada pelakunya. Yaitu penderitaan yang melampaui batas. Ada yang menafsirkan, al-Wail adalah jurang di dalam Jahannam.” Para penghuninya menyesal dan putus asa di dalamnya. Ada surah yang seluruhnya menceritakan adzab para pencela dan pengumpat. Yaitu surah al-Humazah. Bahkan ada nereka khusus untuk mereka yang disebut Huthamah. Yaitu api Allah yang dinyalakan dengan kuat yang panasnya menembus hati. Yakni, bukan hanya adzab fisik saja, tapi juga adzab batin.

Ini, sekali lagi, apabila yang menjadi bahan celaan dan hinaan itu fakta. Jika bukan fakta, melainkan bohong, maka itulah yang disebut fitnah (al-Buhtan). Adzabnya tentu lebih menyakitkan lagi. Ngerinya tak terlukiskan kata-kata. Dan keharaman melakukannya pun sudah sangat jelas petunjuknya meski tanpa dijelaskan lagi larangannya.

Jika fitnah beserta rangkaiannya menjadi alasan kehancuran bagi pelakunya maka ia akan menjadi alasan kemulaian bagi korbannya. Karena, melalui fitnah itu, Allah akan mengampuni dosa-dosanya, mengijabah doanya, dan meninggikan derajatnya. Tapi selama dihadapi dengan iman.

Al-Quran menggariskan dua macam cara agar sebuah fitnah menjadi sebab kemuliaan bagi korbannya. Yaitu setelah mengklarifikasi:

1. Melaporkan ke pihak yang berwajib agar diberikan hukuman yang sesuai dengan kezalimannya. Sesuai dengan ayat: ... “dan balasan satu keburukan adalah satu keburukan yang serupa.” (QS al-Syura: 40)
2. Memaafkan. Ini percepatan menuju mulia.

Memaafkan ada tiga tingkat (QS Ali Imron: 134):
1. Menahan marah. Sehingga amarahnya tidak bocor sedikit pun. Baik dalam bentuk kata-kata buruk maupun bentuk lainnya.
2. Memaafkan dengan tulus hingga tak sedikit pun tersisa rasa marah di hatinya.
3. Memberikan kebaikan. Yakni bukan sekadar memaafkan. Tapi berbuat bagi pada yang zhalim padanya.

Berbuat baik kepada yang zhalim pun ada dua level:

1. Membalas dengan yang baik (QS al-Ra’d: 13)
2. Membalas dengan yang lebih baik (QS Fushshilat: 34)

Dan level paling tinggi yang lebih cepat menghantarkan pada kemuliaan adalah memebalas fitnah dengan perbuatan yang lebih baik. Maka, fitnah menjadi alasan kemuliaan yang tiada lagi alasan selainnya.

Wallahu A’lam

Related Posts
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Post a Comment