1. Sebutkan hukum menggunakan obat penghalang haid ketika puasa?
2. Bagaimana cara berpuasa di daerah yang waktu siangnya sangat lama?
3. Apa pendapat anda menggunakan ventolin bagi yang menderita asma saat puasa? Kuatkan jawaban anda dengan pendapat ulama!
4. Sebutkan pendapat para ulama tentang menggugurkan janin sebelum peniupan roh?
5. Bolehkah menyusui orang dewasa? Bagaimana konsep menyusui dalam islam? Dan bagaimana hukum seorang perempuan menyusui laki-laki dewasa yang bukan mukhrimnya? Dan konsekuensinya apa dari susuan tersebut?
Jawaban
1.
Pendapat Yang
Pertama : Boleh saja, selama tidak ada syariat yang melarang nya dan tidak
berbahaya bagi kesehatan. Baik yang resikonya sementara atau permanen.
Imam ibnu
Baz menjawab :
لا حرج أن تأخذ المرأة
حبوب منع الحيض تمنع الدورة الشهرية أيام رمضان حتى تصوم مع الناس….. وإن وجد غير
الحبوب شئ يمنع الدورة فلا بأس إذا لم يكن فيه محذور شرعاً ومضرة.
“Tidak masalah bagi wanita untuk menggunakan obat pencegah haid,
menghalangi datang bulan selama bulan ramadhan, sehingga dia bisa berpuasa
bersama kaum muslimin lainnya… dan jika ada cara lain selain konsumsi obat
untuk menghalangi terjadinya haid, hukumnya boleh, selama tidak ada hal yang
dilarang syariat dan tidak berbahaya.”
Pendapat yang kedua : Tidak dianjurkan Sekalipun untuk tujuan agar bisa beribadah bersama masyarakat.
Karena sikap semacam ini kurang menunjukkan kepasrahan terhadap kodrat yang Allah
tetapkan untuk para putri Adam.
Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menggunakan obat pencegah haid agar
bisa melakukan ibadah bersama kaum muslimin lainnya. Jawaban beliau,
لا
نرى أنها تستعمل هذه الحبوب لتعينها على طاعة الله ؛ لأن الحيض الذي يخرج شيءٌ
كتبه الله على بنات آدم
“Saya tidak menyarankan para wanita menggunakan obat semacam ini,
untuk membantunya melakukan ketaatan kepada Allah. Karena darah haid yang
keluar, merupakan sesuatu yang Allah tetapkan untuk para putri Adam.”
Dalilnya,
وقد دخل النبي صلى الله عليه وسلم على عائشة وهي معه في حجة الوداع
وقد أحرمت بالعمرة فأتاها الحيض قبل أن تصل إلى مكة فدخل عليها وهي تبكي ، فقال ما
يبكيك فأخبرته أنها حاضت فقال لها إن هذا شيءٌ قد كتبه الله على بنات آدم ، …
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah
menemui A’isyah di kemahnya ketika haji wada’. Ketika itu, A’isyah telah
melakukan ihram untuk umrah, namun tiba-tiba datang haid sebelum sampai ke
Mekah. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menemui
A’isyah, sementara dia sedang menangis. Sang suami yang baik bertanya, “Apa
yang menyebabkan kamu menangis?” A’isyah menjawab bahwa dia sedang sakit. Nabi
menasehatkan, “Ini adalah keadaan yang telah Allah tetapkan untuk para putri
Adam”
2.
Dengan cara memperkirakan waktunya, sesuai dengan negara yang ada
di dekatnya, yang waktunya normal.
Atau ada juga ulama yang berpendapat waktunya disesuaikan dengan
negara yang di syariatkan yaitu Mekah dan Madinah.
Pendapat lain harus tetap menjalankanya, walaupun sangat panjang
waktu siangnay. Dalil llah Ta’ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا
الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Makan dan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakan-lah puasa itu sampai malam…”
[al-Baqarah/2: 187]
Dengan demikian, selama masih ada waktu siang dan malam, maka
mereka wajib mengerjakan puasa.
3.
Pendapat pertama Saya ambil dari Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Syaikh ‘Abdullah
bin Jibrin dan Al Lajnah Ad Daimah. Mereka Berpendapat bahwa menggunakan
ventolin tidak membatalkan pusa karena obat itu sangat sedikit sekali masuk ke
perut (lambung), seperti halnya berkumur-kumur, dan memasukan air kedalam hidung.
Pendapat yang
kedua saya ambil dari Dr. Fadl Hasan ‘Abbas, Dr. Muhammad Alfi, Syaikh Muhammad
Taqiyuddin Al ‘Utsmani dan Dr. Wahbah Az Zuhailiy.
Bahwa obat
Ventolin tidak dapat digunakan ketika berpuasa kecuali dalam waktu hajat
(sangat dibutuhkan), dan jiaka menggunakan obat ini maka wajib mengkhodo
puasnya.
4.
Pertama pendapat dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali, mereka
membolehkanya tetapi ada syaratnya, yaitu harus ada izin dari orang tuanya.
Adapun dalilnya
adalah hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan,
roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda
mati, sehingga boleh digugurkan).
Pendapat kedua
adalah makruh karena kita tidak tahu pasti kapan ruh itu ditiup dan ini adalah
untuk kehati-hatian. Ini menurut Hanafi dan Imam Romli, salah seorang ulama
dari madzhab Syafi’i.
Pendapat ketiga
adalah Haram ini menurut Ahmad Dardir, Imam Ghozali, dan Ibnu Jauzi, dalilnya
bahwa sperma sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita
sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan
kejahatan.
5.
Menyusui orang dewasa boleh saja.
Pendapat Pertama: bahwa menyusui
waktu besar tidak bisa menjadikan mahram. Ini adalah pendapat istri-istri
Rasullah saw, dan mayoritas ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan
pendapat dari madzhab Malikiyah, Syafi’yah serta Hanabilah.
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS: al Baqarah : 223 )
Ayat di atas menunjukkan bahwa batasan maksimal menyusui adalah dua tahun,
sehingga susuan yang terjadi setelah dua tahun tidak bisa menyebabkan
terjadinya mahram.
Pendapat Kedua: bahwa menyusui
waktu besar menyebabkan terjadinya mahram. Ini adalah pendapat Aisyah ra, dan
madzhab Ad Dhohiriyah
Karena ada dalil
Sahlah binti
Suhail datang menemui Nabi saw, dia berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
saya melihat di wajah Abu Hudzaifah (ada sesuatu) karena keluar masuknya Salim
ke rumah, padahal dia adalah pelayannya.” Maka Nabi saw bersabda: “Susuilah
dia.” Dia (Sahlah) berkata; “Bagaimana mungkin saya menyusuinya, padahal dia
telah dewasa?” Maka Rasulullah saw tersenyum sambil bersabda: “Sungguh saya
telah mengetahuinya kalau dia telah dewasa.” ( HR Muslim , no : 2636 )
Di dalam riwayat
lain disebutkan: “Susuilah dia, maka dia akan
menjadi mahrammu.” (HR Muslim, no : 2638 )
Hadist di atas menunjukkan secara jelas bahwa susuan
walaupun waktu dewasa bisa menjadikan seseorang mahram dengan yang menyusuinya.
Pendapat Ketiga : menyatakan bahwa
yang menyebabkan mahram adalah menyusui di waktu kecil, adapun menyusui di
waktu besar hanya menyebabkan dibolehkannya berkholwat. Ini adalah pendapat
Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayim, Shon’ani, dan Syaukani.
Dalilnya adalah : bahwa Abu Hudzifah dan Sahlah binti
Suhail sudah menganggap Salim adalah anaknya sendiri, ketika Allah mengharamkan
adopsi anak, maka Salim secara otomatis berubah menjadi orang asing dan tidak
boleh masuk lagi ke rumah Abu Hudzifah dan Sahlah. Keduanya merasa keberatan
dan melapor kepada Rasulullah saw, maka beliau menyuruhnya untuk menyusui Salim
supaya bisa masuk ke dalam rumah mereka kembali sebagaimana anaknya sendiri.
Dan ini berlaku bagi Salim dan orang-orang sepertinya.
Waalahuallam...
Post a Comment