Riba Yang Mengambil Makanan Kita
Bila hari-hari ini harga
cabe , daging dan bahan makanan lainnya melonjak – siapa yang paling pantas
disalahkan ? Saya menyalahkan riba ! Kok bisa ? Bagaimana riba menyebabkan
harga pangan melonjak ? inilah kesempatan bagi kita untuk bisa memahami dampak
buruk riba seterang siang hari. Dampak itu begitu langsung dan nyata bukan
hanya sekedar teori, maka setelah datang petunnjukNya yang begitu jelas itu –
apakah kita masih hendak melanggengkan system ribawi dalam pengelolaan ekonomi
kita ?
Untuk memahami dampak
buruk riba pada melonjaknya harga pangan secara mudah, saya uraikan secara
ringkas melalui tiga poin berikut.
Poin pertama yang kita
pelajari sejak kita belajar ekonomi di tingkat sekolah menengah dahulu, harga
dibentuk oleh mekanisme supply and demand. Ketika supply terbatas sedangkan
demand tinggi, pasti harga melonjak.
Demand kita terhadap
daging selalu tinggi karena penduduk kita besar dan mayoritasnya ingin bisa
makan daging, demand cabe juga tinggi karena begitu banyak menu masakan kita
yang enak-enak membutuhkan rasa pedas. Di sisi supply cenderung terbatas karena
tidak banyak yang mau beternak, yang mau bertani, menanam cabe dlsb.
Poin kedua mengapa
orang enggan beternak dan bertani ? beternak dan bertani adalah usaha yang
beresiko relatif tinggi, sementara hasilnya tidak tinggi-tinggi amat. Bila Anda
beternak atau bertani dengan hasil 15 %-20% per tahun misalnya, maka itu sudah
sangat bagus. Kalau untuk usaha ini Anda harus berbagi dengan pemodal 50/50
misalnya, maka Anda mendapatkan hasil 7.5% -10% dan demikian pula pemodal Anda.
Menarikkah hasil sekitar 7.5 % -10% ini bagi Anda yang hendak bertani atau
investor Anda yang mendapatkan hasil bersih yang sama ?
Inilah poin ketiga
dimana riba berperan, dengan hasil yang 7.5% - 10 % sekalipun – investor
kebanyakan belum akan tertarik, mengapa ? Karena mereka akan bandingkan
investasinya dengan investasi yang aman dan dijamin oleh pemerintah dan
rakyatnya, yaitu investasi deposito yang dengan mudah memberikan hasil di
kisaran 6 % tanpa resiko !
Investor kebanyakan
akan dihadapkan pada pilihan hasil pertanian 7.5% - 10 % tetapi beresiko, atau
menaruh uang di bank saja memberikan hasil di kisaran 6 % tetapi tidak
beresiko. Pilihan kebanyakan orang yang memiliki uang apa kira-kira ? Mayoritas
mereka akan memilih menaruh uangnya di bank saja yang tanpa resiko !
Maka dengan 3 poin
tersebut Anda sudah akan bisa melihat begitu gamblang bagaimana riba
memenangkan persaingan, melawan produksi pertanian dalam meraih hati kebanyakan
orang yang memiliki uang. Melalui proses seperti inilah riba mengambil
sumber-sumber makanan kita.
Mungkin akan timbul
pertanyaan bagi Anda, bagaimana dengan negara-negara lain ? bukankah mereka
juga negara-negara ribawi ? Kok mereka bisa survive dengan pertaniannya sampai
bisa meng-ekspor produksinya ke kita ?
Riba juga ada di
negara-negara pengekspor hasil pertanian ke kita, dan hasil pertaniannya
sebenarnya juga tidak terlalu jauh dengan hasil pertanian di negeri kita. Yang
membedakannya adalah suku bunga deposito di negara-negara mereka rata-rata
sangat rendah dibandingkan tingkat suku bunga deposito di negeri kita.
Perhatikan pada grafik
dibawah ini, Anda akan bisa memahami bahwa seluruh negeri pengekspor bahan
pangan ke Indonesia berada di sisi kanan dari posisi Indonesia – artinya suku
bunga deposito perbank-an mereka jauh lebih rendah dari kita.
Average Deposit Rate by Country
Amerika mengekspor
kedelai ke kita, suku bunga deposito mereka hanya sekitar 1.35 % per tahun
rata-rata. Artinya kalau petani kedelai mereka menghasilkan return bersih sama
dengan kita 7.5 % - 10% pun orang sudah akan mau invest di kedelai.
Belanda suku bunga
deposito rata-rata hanya 0.05 %, artinya kalau peternak susunya bisa memberikan
hasil 5 % saja pertahun – itu sudah 100 x lebih besar dibandingkan bunga
deposito mereka, maka peternak sapi susu mereka tidak ada kesulitan untuk
mengumpulkan modal.
Australian dan New
Zealand tingkat suku bunga depositonya di kisaran 3% - 3.5%, artinya kalau
peternak sapi pedaging mereka menghasilkan hasil bersih 7.5 % saja bagi
investornya, itu sudah lebih dari dua kali lipat dari suku bunga deposito
perbankan mereka.
Dari sini kita bisa
melihat polanya dengan jelas bahwa seluruh negara-negara yang berhasil
mengalahkan kita dalam perdagangan bahan pangan adalah negara-negara di posisi
kanan kita pada grafik tersebut diatas – yaitu negara-negara yang tingkat suku
bunga perbankannya lebih rendah dari kita.
Bayangkan bila negara
yang masih menggunakan system riba – tetapi dengan tingkat bunga yang lebih
rendah saja sudah dapat dengan mudah mengalahkan negara yang tingkat suku
bunganya lebih tinggi, apalagi negara yang tanpa riba – pasti dia bisa
mengalahkan kekuatan ekonomi negara-negara lainnya yang masih menggunakan riba.
Maka inilah peluang
kita sesungguhnya, bukan hanya mencukupi kebutuhan makanan dalam negeri dengan
harga yang terjangkau – lebih dari itu bila bisa menghilangkan riba kita akan
bisa unggul dalam produksi dan perdagangan bahan pangan dibandingkan
negara-negara lain yang masih menggunakan riba.
Meskipun peran riba
yang begitu nyata dalam menghancurkan ekonomi persis seperti yang dingatkanNya
langsung (QS 2:275-279), ironinya di negeri yang mayoritas muslim ini – saya
belum pernah mendengar satupun (calon) pemimpin daerah maupun pusat, muslim
maupun non muslim, daerah istimewa maupun yang tidak istimewa – belum pernah
ada yang mencanangkan untuk menghilangkan riba sebagai programnya untuk
memakmurkan rakyatnya.
Mestinya sekaranglah
waktunya umat ini untuk memilih pemimpinnya dengan benar, yaitu dengan
menyodorkan kontrak kerja terhadapnya – bahwa bila mereka bener-bener terpilih
nanti, mereka harus memiliki program untuk menghilangkan riba di wilayahnya –
karena itulah satu-satunya jalan untuk menghadirkan kemakmuran yang
sesungguhnya bagi negeri ini.
Post a Comment